Siapa yang Paling Negarawan? SBY, Mega, atau JK?

Pada tahun 2004 pasangan SBY - JK keluar sebagai pemenang pilpres dan ke dua orang ini resmi menjadi presiden dan wakil presiden untuk periode pemerintahan tahun 2004 - 2009. Seperti kita ketahui pilpres tahun 2004 - 2009 itu merupakan pilpres pertama yang memungkinkan rakyat memilih presiden dan wapres secara langsung.

BISAKAH MEGA BERSIKAP NEGARAWAN ?
— Undang-undang yang mengatur pilpres dipilih secara langsung di buat di masa pemerintahan Megawati. Rasanya kalau Megawati tidak memiliki sikap negarawan, sangat mungkin dia tidak akan membuat undang-undang pilpres secara langsung tsb. Setidaknya dia akan berusaha agar lawan politiknya tidak memiliki kesempatan untuk dipilih secara langsung dengan jalan menunda keluarnya undang-undang tsb.


Menjelang pilpres 2004 Megawati meminta ketegasan para menteri yang akan mencalonkan diri sebagai capres, agar mengundurkan diri. Di saat itu terjadi masalah di mana tampaknya Megawati merasa sikap SBY yang saat itu menjabat Menkopolkam tidak secara tegas menyatakan niatnya untuk mencalonkan diri sebagai presiden.




Setelah peristiwa itu SBY menyatakan keluhannya di media massa karena di akhir pemerintahan Megawati, ia tidak lagi di undang dalam rapat kabinet. Terkait dengan hal tsb muncul komentar Taufik Kiemas yang mengeritik SBY sebagai jenderal bintang 4 yang bersikap seperti anak kecil. Peristiwa itu ditafsirkan banyak pengamat sebagai salah satu factor yang membuat sebagian besar masyarakat bersimpati dan memilih SBY sebagai presiden.




Sejak saat itu sampai sekarang, hubungan Mega-SBY ditafsirkan banyak pihak menjadi tidak harmonis. Anehnya hubungan Mega dan JK yang menjadi wapres SBY, tampak baik-baik saja seperti juga pernah ditulis oleh istri JK di blog Kompasiana ini. Di sini tampaknya ada sesuatu penilaian khusus Mega terhadap SBY atau ada masalah tertentu yang tidak terungkap kepada umum, dan hanya Mega yang tahu.





MEGAWATI DAN UPACARA KENEGARAAN 17 AGUSTUS 2009


— Pasca pilpres 8 Juli 2009 yang dimenangkan oleh SBY-Budiono, ada kritik terhadap Mega terkait ketidakhadirannya pada perayaan 17 Agustus 2009. Kritik ini menjadi lebih hot lagi ketika dikabarkan bahwa hampir 5 tahun Megawati selalu tidak hadir dalam upacara kenegaraan tsb, padahal keluarga Bung Karno lainnya selalu hadir.




Dari sini siapapun dengan amat sangat mudah sekali bisa menulis kritik dengan kata-kata Megawati tidak legowo dalam menerima kekalahan, tidak berjiwa besar, mental pecundang, tidak bersikap negarawan, pendendam, dan sejumlah kritikan lainnya. Benarkah demikian ?




Pilpres sudah berlalu. Tulisan ini tidak dibuat atas dasar dukung mendukung atau pembelaan terhadap tokoh manapun. Seperti saya katakan bahwa kritik terhadap Mega seperti uraian di atas sangat mudah dilontarkan oleh siapapun. Akan tetapi saya berpendapat adalah tidak mudah untuk memberi penilaian dengan cap negatif tertentu terhadap para pemimpin bangsa baik itu Megawati, SBY, atau JK, hanya dengan mengaitkannya dengan moment tertentu.




Di masa pemerintahan Soeharto, Mega pernah diberitakan hadir ketika diundang dalam upacara kenegaraan 17 Agustus, padahal Soeharto adalah lawan politik kelas terberat baginya. Kalau Mega tidak berjiwa besar dan pendendam tentu dia tidak menghadiri upacara kenegaraan tsb.




Uraian di atas menyiratkan ketidakhadiran Mega dalam upacara kenegaraan 17 Agustus 2009, belum cukup untuk memastikan kalau Mega tidak legowo, tidak berjiwa besar, tidak bersikap negarawan, dsb. Sikap jiwa besar, legowo, negarawan, dsb yang terkait dengan pilpres memang sulit dinampakkan ketika pihak yang kalah sering diejek seperti yang pernah dikatakan oleh Elsa Syarif sang pengacara pasangan JK-Wiranto.




Kalau kita mau berpikir sedikit positif, kehadiran keluarga besar Bung Karno lainnya, sedikit banyaknya telah menunjukkan bahwa mereka telah berniat baik dengan mengirimkan lebih dari satu wakil untuk menghadiri upacara kenegaraan tsb.




Kalau Megawati memang punya target untuk meraih citra sebagai negarawan yang legowo, berjiwa besar, dsb, “di mata para pengamat”, tentu mudah sekali. Tinggal bermain sinetron saja. Datang ke upacara kenegaraan 17 Agustus 2009 itu, bersalaman dengan SBY, senyum manis, dan tunggulah sampai ada wartawan yang memotret. Selanjutnya atau esok harinya akan ada berita yang menyatakan “Megawati berjiwa besar, legowo, negarawan sejati, dsb.




Tentu masalahnya tidak sesederhana itu. Seperti telah diuraikan di atas, hubungan SBY-Mega terkesan tidak harmonis sejak pencalonan SBY sebagai capres di tahun 2004, yang tidak dinyatakan secara tegas dan kemudian menimbulkan kritik pedas dari Taufik Kiemas. Jadi ketidakhadiran Megawati dalam upacara kenegaraan 17 Agustus 2009, perlu di lihat dari adanya masalah yang menjadi penyebab tidak harmonisnya hubungan ke dua negarawan tsb (saya menilai ke dua tokoh ini sebagai negarawan, dilihat dari jasa-jasanya).




Selain itu sangat mungkin juga ada penyebab lain dari ketidakhadiran Mega pada upacara kenegaraan tsb yang “tidak mudah” diketahui umum. Seperti telah diuraikan di atas, tampaknya Mega punya penilaian tersendiri tentang pribadi SBY. Istilah “tebar pesona” adalah bentuk penilaian dan kritik Mega terhadap SBY. Istilah yang sangat populer ini bukan saja tidak banyak dibantah orang, tapi justru dipinjam oleh berbagai pihak yang mengeritik SBY.




Apakah ketidakhadiran Mega dalam upacara kenegaraan 17 Agustus 2009 ini karena SBY dinilai akan menebar pesona dalam acara besar kenegaraan tsb ? Entahlah, tapi yang jelas menurut sumber berita yang bisa dipercaya, sebuah lagu ciptaan SBY dengan judul “Ku yakin sampai di sana”, menjadi salah satu lagu yang disuguhkan kepada para undangan dalam upacara formil kenegaraan tsb. Iberamsjah, pengamat politik UI, menyesalkan hal ini. Sebuah harian ibu kota menurunkan berita dengan judul “SBY pamer lagu sendiri.”





SBY, JK, DAN MEGA ADALAH NEGARAWAN


— Akhir-akhir ini ada berita yang memberi informasi tentang kemungkinan adanya koalisi kubu SBY / Partai Demokrat dengan PDIP. Diberitakan bahwa PDIP menerima tawaran untuk menduduki sejumlah kursi menteri tertentu. Di sebut-sebut bahwa Taufik Kiemas akan menerima tawaran untuk menduduki kursi sebagai ketua MPR. Sementara itu putri Megawati, Puan Maharani menerima tawaran untuk menduduki kursi menteri pemberdayaan wanita.




Jika berita ini benar, setidaknya hal ini menunjukkan sikap negawaran dari presiden SBY, seperti juga sikap negarawan yang ditunjukkan oleh Presiden Obama ketika memberikan jabatan menteri luat negeri kepada lawan politiknya Hillary Clinton. Seorang negarawan tentu bisa melihat bahwa “negara ini tidak bisa dibangun hanya oleh capres yang menang” (Kalimat ini pernah menjadi judul dari tulisan seorang Blogger Kompasiana, Pak Faisal Basri).




Pendekatan seperti ini tentu perlu juga dilakukan kubu SBY terhadap kubu JK. Menjelang pilpres 2009 yang lalu SBY pernah membuat pernyataan bahwa dirinya dan JK siap berkompetisi secara kesatria dan mereka berdua tetap akan “bekerja sama” untuk menyelesaikan pemerintahan tahun 2004-2009 ini sampai akhir Oktober 2009 ini.




Saat ini berita tetang JK terkesan agak sepi. Berita terakhir tentang JK memuat pernyataan beliau yang mempertanyakan kenapa akhir-akhir ini dirinya tidak di undang dalam rapat kabinet. Dalam peninjauan yang dilakukan ke sejumlah instansi pemerintah, JK tidak lagi didampingi menteri, tapi hanya didampingi dirjen terkait dan pejabat daerah setempat. Kepada wartawan yang mempertanyakan hal tsb JK hanya berkomentar singkat sambil tersenyum: “Begitulah sifat manusia . . . “




Nasib JK tampaknya “sama dan sebangun” dengan nasib SBY ketika tidak diundang dalam rapat kabinet menjelang akhir pemerintahan Megawati di tahun 2004. Bedanya adalah setelah itu SBY mengumumkan pengunduran diri secara terbuka dan kemudian jatuh ke atas, sedangkan JK tetap menunjukkan semangat menjalankan tugas sebagai wapres sampai akhir masa jabatan di bulan Oktober 2009, seperti yang telah dinyatakan presiden SBY.




Uraian di atas sedikit banyaknya telah menunjukkan sikap negarawan ke tiga tokoh tsb dengan kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Kalau anda mau menilai siapa yang paling negarawan dari ke 3 tokoh tsb, ya silakan saja, tapi jangan sampai terjadi perang komentar antar pendukung karena badai pilpres sudah berlalu.




Hal yang sangat penting adalah sebaiknya kita tidak terlalu cepat dalam memberi penilaian negatif terhadap salah satu atau ke tiga tokoh tsb hanya dengan mengaitkannya dengan peristiwa tertentu. Mereka sudah berjuang untuk bangsa ini dalam perjalanan waktu yang panjang dan penuh liku-liku. Perjuangan panjang mereka sudah memberi arti yang besar bagi bangsa ini dan akan menjadi tidak objektif jika dinilai berdasarkan moment tertentu saja. Lebih dari itu hanya akan menjadi polemik yang hanya menghabiskan energi dengan percuma.




Mungkin akan lebih baik jika kita menilai sejauhmana kekurangan dan kelebihan dari ke tiga tokoh tsb. Kita ambil baiknya untuk pembelajaran kita dan keluarga kita, sedangkan yang buruk kita kesampingkan untuk tidak dicontoh.





Salam dari: Abdi Dharma Group (Jakarta)
Tanggapan dari siapapun yang “berniat baik, logis, dan memiliki tata krama”, akan penulis terima dengan senang hati. Terima kasih. [Oleh Abdi sumber http://public.kompasiana.com].

Sumber : acha-okha.blogspot.com

elxis bro

0 Responses to "Siapa yang Paling Negarawan? SBY, Mega, atau JK?"

Posting Komentar